Nabi Isa as merupakan salah satu
nabi terpenting dalam Islam. Namanya disebutkan sebanyak 25 kali di dalam Al
Quran. Al Quran menjelaskan status nabi Isa as dengan sangat jelas.
"Wahai
Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu
mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, Isa putra
Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang
disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka
berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan:
""(Tuhan itu) tiga"", berhentilah (dari ucapan itu). (Itu)
lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari
mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya.
Cukuplah Allah sebagai Pemelihara." (An-Nisa, ayat 171).
Matahari tampak akan tenggelam,
angin pun bertiup sepoi-sepoi di sekitar pepohonan. Harum semerbak mulai
memenuhi mihrab Maryam. Bau itu menembus jendela mihrab dan mengepakkan
sayapnya di sekeliling gadis perawan yang khusuk dalam salat tanpa seorang pun
mendengar suaranya. Maryam merasa bahwa udara dipenuhi dengan bau harum yang
mengagumkan. Ia kembali melakukan salatnya dengan khusuk dan mengungkapkan
syukur kepadaAllahSWT.
Seekor burung hinggap di jendela
mihrab. Ia mengangkat paruhnya ke atas dan mengarahkan ke matahari serta
mengepakkan kedua sayapnya lalu ia terjun ke air dan mandi di dalamnya.
Kemudian ia terbang ringan di sekitamya. Maryam ingat bahwa beliau lupa untuk
menyirami pohon mawar yang tumbuh secara tiba-tiba di tengah dua batu yang
tumbuh di luar mesjid. Maryam menyelesaikan salatnya lalu ia keluar dari mihrab
dan menuju pohon. Belum selesai beliau siap-siap untuk keluar sehingga para
malaikat memanggilnya:
“Hai Maryam,
sesungguhnya Allah telah memilih kamu, menyucikan kamu dan melebihkan kamu atas
segala wanita di dunia (yang semasa dengan kamu).” (QS. Ali ‘Imran: 42)
Maryam berhenti dan tampak wajahnya
yang pucat dan semakin bertambah. Mihrab itu dipenuhi dengan kalimat-kalimat
para malaikat yang memancarkan cahaya. Maryam merasa bahwa pada hari-hari terakhir
terdapat perubahan pada suasana ruhaninya dan fisiknya. Di tempat itu tidak
terdapat cermin sehingga ia tidak dapat melihat perubahan itu. Tetapi ia merasa
bahwa darah, kekuatan dan masa mudanya mulai meninggalkan tempatnya dan
digantikan dengan kesucian dan kekuatan yang lebih banyak. Beliau menyadari
bahwa ia sedang gugup. Beliau merasakan kelemahan manusiawi dan adanya kekuatan
yang luar biasa. Setiap kali tubuhnya merasakan kelemahan, maka bertambahlah
kekuatan dalam ruhnya. Perasaan yang demikian ini justru membangkitkan
kerendahan hatinya. Maryam mengetahui bahwa ia akan memikul tanggung jawab
besar.
“Dan (ingatlah) ketika
malaikat (Jibril) berkata: ‘Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu,
menyucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yong semasa
dengan kamu).” (QS. Ali ‘Imran: 42)
Dengan kalimat-kalimat yang
sederhana ini Maryam memahami bahwa Allah SWT telah memilihnya dan
menyucikannya dan menjadikannya penghulu para wanita dunia. Beliau adalah
wanita terbesar di dunia. Para malaikat kembali berkata kepada Maryam:
“Hai Maryam, taatlah
kepada Tuhanmu, sujud dan rukuklah bersama orang-orangyang ruku.” (QS. Ali
‘Imran: 43)
Perintah tersebut ditetapkan setelah
adanya berita gembira agar beliau meningkatkan kekhusukannya, sujudnya, dan
rukuknya kepada Allah SWT. Maryam lupa terhadap pohon mawar dan beliau kembali
salat. Maryam merasakan bahwa sesuatu yang besar akan akan terjadi padanya.
Beliau merasakan hal itu sejak beberapa hari, tetapi perasaan itu semakin
menguat saat ini.
Matahari meninggalkan tempat
tidurnya sementara malam telah bangkit sedangkan bulan duduk di atas
singgasananya di langit dan di sekelilingnya terdapat awan-awan yang indah dan
putih. Kemudian datanglah pertengahan malam dan Maryam masih sibuk dalam
salatnya. Beliau menyelesaikan salatnya dan teringat pohon mawar itu lalu
beliau membawa air di suatu bejana dan pergi untuk menyiramnya.
Pohon mawar itu tumbuh di antara dua
batu di tempat yang tidak jauh dari mesjid yang hanya ditempuh beberapa langkah
darinya. Tempat itu jauh dari jangkauan manusia sehingga tak seorang pun
mendekatinya. Tempat itu sudah dijadikan tempat yang khusus bagi Maryam untuk
melakukan salat di dalamnya atau beribadah. Maryam mendekati pohon mawar itu
dan menyiramnya. lalu beliau meletakkan bejana, kemudian ia memikirkan pohon
mawar itu di mana tangkainya semakin panjang pada dua malam yang dilaluinya.
Tiba-tiba, Maryam mendengar suara
derap kaki yang mengguncang bumi. Beliau tidak mendengar suara kaki yang
berjalan, tetapi beliau mendengar suara kaki yang menetap di atas batu serta
pasir. Maryam merasakan ketakutan. Ia merasakan bahwa ia tidak sendirian. Ia
menoleh ke sebelahnya namun ia tidak mendapati sesuatu pun. Kemudian kedua
matanya mulai berputar-putar dan memperhatikan suatu cahaya yang berdiri di
sana. Maryam gemetar ketakutan dan menundukkan kepalanya. Maryam berkata dalam
dirinya, siapa gerangan orang yang berdiri di sana. Maryam memandang kepada
wajah orang asing itu, dan menyebabkan ia gelisah. Wajah orang itu sangat aneh,
di mana dahinya bercahaya lebih daripada cahaya bulan. Meskipun kedua matanya
memancarkan kemuliaan dan kebesaran tetapi wajah orang itu justru menggambarkan
kerendahan hati yang mengagumkan.
Pandangan pertama yang dilihat oleh
Maryam kepada orang itu mengisyaratkan, bahwa orang itu memiliki kemuliaan yang
diperoleh orang yang menyembah Allah SWT selama julaan tahun. Maryam bertanya
kepada dirinya, siapa gerangan orang ini? Kemudian seakan-akan orang asing itu
membaca pikiran Maryam dan berkata: “Salam kepadamu wahai Maryam.” Maryam
dibuat terkejut mendengar adanya suara manusia di depannya. Maryam berkata
sebelum menjawab salamnya:
“Sesungguhnya aku
berlindung daripadamu kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, jika kamu seorang yang
bertakwa.” (QS. Maryam: 18)
Maryam berlindung di bawah lindungan
Allah SWT dan ia bertanya kepadanya, “Apakah
engkau manusia yang mengenal Allah SWT dan bertakwa kepadanya?” Kemudian
orang itu tersenyum dan berkata:
“Sesungguhnya aku ini
hanyalah seorang utusan Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang
suci.” (QS. Maryam: 19)
Orang asing itu belum selesai
menyampaikan kalimatnya sehingga tempat itu dipenuhi cahaya yang menakjubkan
yang tidak menyerupai cahaya matahari, cahaya bulan, cahaya lampu, cahaya lilin
bahkan cahaya api. Di sana terdapat cahaya yang sangat jernih. Kemudian
terngianglah di kepala Maryam kalimat: “Aku
adalah seorang utusan Tuhanmu.” Kalau begitu, dia adalah penghulu
para malaikat, Ruhul Amin (Jibril) yang telah berubah wujud menjadi manusia.
Maryam mengangkat kepalanya dengan
gemetar menahan luapan cinta. Jibril berdiri di depannya dalam bentuk manusia.
Maryam memperhatikan kejernihan dahinya dan kesucian wajahnya. Benar apa yang
diduganya bahwa Jibril memiliki kemuliaan yang diperoleh orang yang menyembah
Allah SWT selama jutaan tahun. Kemudian Maryam mengingat kembali
kalimat-kalimat yang diucapkan Jibril. Malaikat itu telah mengatakan bahwa ia
adalah utusan Tuhannya, dan ia telah datang untuk memberi Maryam seorang anak
laki-laki yang suci. Maryam ingat bahwa dirinya adalah seorang perawan yang
belum tersentuh oleh seorang pun. Ia belum menikah dan belum dilamar oleh
seseorang pun, maka bagaimana ia melahirkan anak tanpa melalui pernikahan.
Pikiran-pikiran ini berputar-berputar di kepala Maryam lalu ia berkata kepada
Jibril:
“Maryam berkata:
Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah seorang
manusia pun menyentuhku dan aku bukan (pula) seorangpezina!” (QS. Maryam: 20)
Jibril berkata:
“Demikianlah Tuhanmu
berfirman: ‘Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan agar dapat Kami menjadikannya
suatu tanda bagi manusia sebagai rahmat dari Kami; dan hal itu adalah suatu
perkara yang sudah diputushan.“‘ (QS. Maryam: 21)
Maryam menerima kalimat-kalimat
Jibril. Tidakkah Jibril berkata kepadanya bahwa ini adalah perintah Allah SWT
dan segala sesuatu yang diperintahkan-Nya pasti akan terlaksana. Kemudian,
mengapa ia harus (ketika) melahirkan tanpa disentuh oleh seorang manusia pun.
Bukankah Allah SWT mendptakan Nabi Adam tanpa seorang ayah dan seorang ibu?
Sebelum diciptakannya Nabi Adam tidak ada pria dan wanita. Hawa diciptakan dari
Nabi Adam dan ia pun diciptakan dari laki-laki, tanpa perempuan.
Biasanya manusia diciptakan melalui
pasangan laki-laki dan perempuan; biasanya ia memiliki ayah dan ibu, tetapi
mukjizat terjadi ketika Allah SWT menginginkannya untuk terjadi. Kemudian
Jibril meneruskan pembicaraannya:
“Sesungguhnya Allah
menggembirakan kamu (dengan kelahiran searangputra yang didptakan) dengan
kalimat (yang datang) dari-Nya, namanya al-Masih Isa putra Maryam, seorang yang
terkemuka di dunia dan di akhirat dan termasuk orang-orang yang didekatkan
(kepada Allah), dan dia berbicara dengan manusia dalam buaian dan ketika sudah
dewasa, dan dia termasuk di antara orang-orang yang saleh.” (QS. Ali ‘Imran:
45-46)
Keheranan Maryam semakian bertambah.
Betapa tidak, sebelum mengandung anak itu di perutnya ia telahmengetahui
namanya. Bahkan ia menhetahui bahwa anaknya itu akan berbicara dengan manusia
saat ia masih kecil. Sebelum Maryam menggerakan lisannya untuk melontarkan
pertanyaan lain, Jibril mengangkat tangannya dan mengerahkan udara ke arah
Maryam. Kemudian datanglah hembusan udara yang bercahaya yang belum pernah
dilihat sebelumnya oleh Maryam. Lalu cahaya tersebut ke jasad Maryam dan
memenuhinya. Tak sempat Maryam melontarkan pertanyaan yang lain, Jibril yang
suci telah pergi tanpa meninggalkan suara.
Udara yang dingin telah bergerak dan Maryam pun
tampak menggigil. Maryam segera kembali ke mihrabnya. Ia menutup pintu mihrab dan
ia tenggelam dalam salat yang khusuk dan ia pun menangis. Maryam merasakan
kegembiraan, kebingungan dan kegoncangan serta kedamaian yang dalam. Kini,
Maryam tidak lagi sendirian. Sejak Jibril meninggalkannya, ia merasakan bahwa
ia tidak lagi sendirian. Ia menggerakkan tangannya yang dipenuhi dengan cahaya,
kemudian cahaya ini berubah di dalam perutnya menjadi anak, seorang anak yang
akan menjadi
kalimat Allah SWT dan ruh-Nya yang
diletakkan pada Maryam. Ketika anak itu besar, ia akan menjadi seorang rasul
dan nabi yang ajarannya dipenuhi dengan cinta dan kasih sayang.
Maryam di malam itu tidur dengan
nyenyak dan ia bangun di waktu Subuh. Belum lama ia membuka kedua matanya
sehingga ia dibuat terkejut ketika melihat mihrab dipenuhi dengan buah-buahan
yang sebenarnya tidak lagi musim. Maryam heran melihat hal itu. Ia mulai
mengingat apa yang telah terjadi padanya kemarin, yaitu bagaimana kejadian saat
menyiram pohon mawar, bagaimana pertemuannya dengan malaikat Jibril, bagaimana
Allah SWT meniupkan kalimat-Nya padanya, bagaimana ia kembali ke mihrab, dan
bagaimana tidurnya yang nyenyak. Maryam berkata kepada dirinya sambil melihat
buah-buahan yang banyak: Apakah aku akan memakan sendirian buah-buahan ini.
Kemudian ada suara dalam dirinya yang berkata: “Engkau
tidak lagi sendirian wahai Maryam. Kini, engkau bersama Isa. Engkau harus makan
dengan baik." Dan Maryam mulai makan.
Lalu berlalulah hari demi hari.
Kandungan Maryam berbeda dengan kandungan umumnya wanita. Ia tidak merasakan
sakit dan tidak merasa berat; ia tidak merasakan sesuatu telah bertambah
padanya dan perutnya tidak membuncit seperti umumnya wanita. Alhasil, kehamilan
yang dialaminya dipenuhi dengan nikmat yang baik. Datanglah bulan yang
kesembilan. Ada sebagian ulama yang mengatakan bahwa Maryam tidak mengandung
Isa selama sembilan bulan, tetapi ia melahirkannya secara langsung sebagai
mukjizat.
Pada suatu hari, Maryam keluar ke
suatu tempat yang jauh. Ia merasa bahwa sesuatu akan terjadi hari itu. Tetapi
ia tidak mengetahui hakikat sesuatu itu. Kakinya membimbingnya untuk menuju
tempat yang dipenuhi dengan pohon kurma. Tempat itu tidak biasa dikunjungi oleh
seseorang pun karena saking jauhnya; tempat yang tidak diketahui oleh seseorang
pun kecuali Maryam.
Tak seorang pun yang mengetahui
Maryam bahwa sedang hamil dan ia akan melahirkan. Mihrab yang menjadi tempat
ibadahnya selalu tertutup. Orang-orang mengetahui bahwa Maryam sedang sibuk
beribadah dan tidak ada seorang pun yang mendekatinya. Maryam duduk
beristirahat di bawah pohon kurma yang besar dan tinggi. Maryam mulai merasakan
sakit pada dirinya, dan rasa sakit tersebut semakin terasa. Akhirnya, Maryam
melahirkan:
“Maka rasa sakit akan
melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, ia berkata:
‘Aduhai alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang
tidak berarti, lagi dilupakan.” (QS. Maryam: 23)
Rasa sakit saat melahirkan anak yang
dialami wanita suci ini menimbulkan penderitaan-penderitaan lain yang segera
menantinya. Bagaimana manusia akan menyambut anaknya ini? Apa yang mereka
katakan tentangnya? Bukankah mereka mengetahui bahwa ia adalah wanita yang
masih perawan? Bagaimana seorang gadis perawan bisa melahirkan? Apakah manusia
akan membenarkan Maryam yang melahirkan anak itu tanpa ada seseorang pun yang
menyentuhnya? Kemudian pandangan-pandangan keraguan mulai menyelimutinya.
Maryam berpikir bagaimana reaksi manusia kepadanya dan bagaimana perkataan
mereka terhadapnya sehingga hatinya dipenuhi dengan kesedihan. Belum lama
Maryam membayangkan dan meminta agar ia dimatikan dan dilupakan, tiba-tiba anak
yang baru lahir itu memanggilnya:
“Janganlah kamu
bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu.
Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu ahan mengugurkan
buah kurma yang masak kepadamu makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika
kamu rnelihat seorang manusia, maka katakantah: ‘Sesungguhnya aku telah
bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara
dengan seorang manusia pun pada hari ini.’” (QS. Maryam: 24-26)
Maryam melihat al-Masih yang tampan
wajahnya. Wajahnya tidak kemerah-merahan dan rambutnya tidak keriting seperti
anak-anak yang lahir di saat itu, tetapi ia berkulit lembut dan putih. Anak itu
diselimuti dengan kesucian dan kasih sayang; anak itu berbicara kepada Maryam
agar ia menghilangkan kesedihannya dan meminta padanya agar menggoyangkan
batang-batang pohon kurma supaya jatuh darinya sebagian buahnya yang lezat dan
Maryam dapat memakan dan meminum darinya sehingga hatinya pun penuh dengan
kedamaian serta kegembiraan dan tidak berpikir tentang sesuatu pun. Jika Maryam
melihat atau menemui manusia, maka hendaklah ia berkata kepada mereka bahwa ia
bernazar kepada Allah SWT untuk berpuasa dan tidak berbicara kepada seseorang
pun.
Maryam melihat al-Masih dengan penuh
kecintaan. Anak itu baru dilahirkan beberapa saat tetapi ia langsung memikul
tanggung jawab ibunya di atas pundaknya. Selanjutnya, ia akan memikul
penderitaan orang-orang fakir. Maryam melihat bahwa wajah anak itu menyiratkan
tanda yang sangat aneh. Yaitu tanda yang mengisyaratkan bahwa ia datang ke
dunia bukan untuk mengambil darinya sesuatu, tetapi untuk memberinya segala
sesuatu. Maryam mengulurkan tangannya ke pohon kurma yang besar. Belum lama ia
menyentuh batangnya hingga jatuhlah darinya buah kurma yang masih muda dan
lezat. Maryam makan dan minum dan kemudian ia memangku anaknya dengan penuh
kasih sayang.
Saat itu, Maryam merasakan
kegoncangan yang hebat. Silih-berganti ketenangan dan kegelisahan
menghampirinya. Segala pikirannya tertuju pada satu hal, yaitu Isa. Ia
bertanya-tanya dalam dirinya: Bagaimana orang-orang Yahudi akan menyambutnya,
apa yang akan mereka katakan tentangnya, apa yang akan mereka katakan terhadap
Maryam, apakah para pendeta dan para pembesar Yahudi percaya bahwa Maryam
melahirkan seorang anak tanpa disentuh oleh seseorang pun? Bukankah mereka
terbiasa hidup dengan suasana pencurian dan penipuan? Apakah seseorang di
antara mereka akan percaya—padahal ia jauh dari langit—bahwa langit telah
memberinya seseorang anak.
Akhirnya, masa pengasingan Maryam
telah berakhir dan Maryam harus kembali ke kaumnya. Maryam kembali dan waktu
menunjukkan Ashar. Pasar besar yang terletak di jalan yang dilalui Maryam
menuju mesjid dipenuhi dengan manusia. Mereka sibuk dengan jual-beli. Mereka
duduk berbincang-bincang sambil minum anggur. Belum lama Maryam melewati pasar
itu sehingga manusia melihatnya membawa seorang anak kecil yang didekapnya.
Salah seorang bertanya: “Bukankah ini Maryam yang
masih perawan? Lalu, anak siapa yang dibawanya itu?” Seorang yang
mabuk berkata: “Itu adalah anaknya.” Mari
kita dengar cerita apa yang akan disampaikannya. Akhirnya, orang-orang Yahudi
mulai “mengepung” dengan berbagai macam pertanyaan: “Anak
siapa ini wahai Maryam, mengapa engkau tidak mengembalikannya, apakah itu
memang anakmu, bagaimana engkau datang dengan membawa seorang anak sedangkan
engkau adalah gadis yang masih perawan?”
“Hai saudara perempuan
Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali
bukanlah seorang pezina.” (QS. Maryam: 28)
Maryam dituduh melakukan pelacuran.
Mereka menyerang Maryam tanpa terlebih dahulu mendengarkan sanggahannya atau
mengadakan penelitian atau membuktikan bahwa perkataan mereka memang benar.
Maryam dicerca sana-sini dan ia diingatkan, bahwa bukankah ia seseorang yang
tumbuh dari rumah yang baik dan bukanlah ibunya seorang pelacur? Lalu mengapa
semua ini terjadi padanya? Menghadapi semua tuduhan itu, Maryam tampak tenang
dan tetap menunjukkan kebaikannya. Wajahnya dipenuhi dengan cahaya keyakinan.
Ketika pertanyaan semakin menjadi-jadi dan keadaan semakin sulit, maka Maryam
menyerahkan segalanya kepada Allah SWT. Ia menunjuk ke arah anaknya dengan
tangannya. Maryam menunjuk Isa.
Orang-orang
yang ada di situ tampak kebingungan. Mereka memahami bahwa Maryam berpuasa dari
berbicara dan meminta kepada mereka agar bertanya kepada anak itu. Para
pembesar Yahudi
bertanya: “Bagaimana mereka akan melontarkan pertanyaan kepada seorang anak
kecil yang baru lahir beberapa hari? Apakah anak itu akan berbicara di
buaiannya” Mereka berkata kepada Maryam:
“Bagaimana kami akan
berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan?” (QS. Maryam: 29)
Berkata Isa:
“Sesungguhnya aku ini
hamba Allah, Dia memberiku al-Kitab (injil) dan Dia menjadikan aku seorang
nabi. Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada,
dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan (menunaikan) zakat selama
aku hidup; dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikanku seorang yang
sombong lagi celaka. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadahu, pada hari
aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup
kembali. ” (QS. Maryam: 30-33)
Belum sampai Isa menuntaskan
pembicaraannya sehingga wajah-wajah para pendeta dari kalangan Yahudi dan para
uskup tampak pucat. Mereka menyaksikan mukjizat terjadi di depan mereka secara
langsung. Anak kecil itu berbicara di buaiannya; anak kecil yang datang tanpa
seorang ayah; anak kecil yang mengatakan bahwa Allah SWT telah memberinya
al-Kitab dan menjadikannya seorang Nabi. Ini berarti bahwa kekuasaan mereka
sebentar lagi akan hancur. Setiap orang dari mereka akan menjadi tidak berarti
ketika anak kecil itu dewasa. Tak seorang pun di antara mereka yang dapat
“menjual pengampunan” kepada manusia atau menghakimi mereka melalui pemyataan
bahwa ia adalah wakil dari langit yang turun di bumi. Atau pernyataan, bahwa
hanya dia yang mengetahui syariat.
Para pendeta Yahudi merasa akan
terjadi suatu tragedi kepribadian yang akan datang kepada mereka dengan
kelahiran anak kecil ini. Kedatangan al-Masih berarti mengembalikan manusia
kepada penyembahan semata-mata kepada Allah SWT. Ini berarti menghapus agama
Yahudi yang sekarang mereka yakini. Perbedaan antara ajaran-ajaran Musa dan
tindakan-tindakan orang-orang Yahudi menyerupai perbedaan antara
bintang-bintang di langit dan lumpur-lumpur di jalan. Para pendeta Yahudi
menyembunyikan kisah kelahiran Isa dan bagaimana ia berbicara di masa buaian.
Mereka justru menuduh Maryam yang masih perawan dengan kebohongan yang besar.
Mereka menuduh Maryam melakukan pelacuran, padahal mereka menyaksikan sendiri
mukjizat pembicaraan anaknya di masa buaian.
Mula-mula cerita tentang itu mereka sembunyikan
untuk beberapa saat. Meskipun demikian, berita tentang kelahiran Isa sampai ke
Hakim Romawi, yaitu Heradus. Ia memimpin orang-orang Palestina dan orang-orang
Yahudi dengan kekuatan pedang. Ia menakut-nakuti mereka dengan menumpahkan
darah serta banyaknya mata-mata yang dimilikinya. Pada suatu hari, ia duduk di
istananya dan meminum anggur. Lalu ia mendengar berita yang samar tentang
kelahiran seseorang anak tanpa ayah; seorang anak yang dikatakan ia mampu
berbicara saat masih di buaian, lalu ia menyampaikan pembicaraan yang menjurus
pada ancaman terhadap kekuasaan Romawi. Kemudian bergetarlah kursi yang ada di
bawah tubuh Heradus. Ia memerintahkan untuk diadakan suatu pertemuan mendadak
yang dihadiri oleh para pengawalnya dan para mata-matanya. Pertemuan itu pun
terlaksana. Heradus duduk dengan wajahnya yang hitam mengkilat,