“Hai istriku,sebaiknya kita bernazar kepada Allah”.kata seorang saudagar kepada istrinya,”jika kita diberi anak laki-laki,Aku akan menyembelih kambing yang besar dan lebar tanduknya sejengkal,kemudian dagingnya kita sedekahkan kepada fakir miskin”.rupanya saudagar tersebut sudah merindukan lahirnya seorang anak,ka rena telah bertahun-tahun berumah tangga tidak kunjung diberi momongan oleh tuhan.
Hanya berselang beberapa bulan istri saudagar itu pun hamil dan pada saatnya anak nya lahir kedunia,laki-laki lagi,sebagai rasa syukurnya kepada tuhan,saudagar itu mengeluarkan sedekah seribu ringgit serta menjamu kaum fakir miskin,kemudian barulah ia teringat akan nazar menyembelih kambing.
Kemudian ia menyuruh beberapa orang untuk mencari kambing besar bertanduk selebar sejengkal,dengan pesan,”Beli ssaja kambing itu berapapun harganya,tidak usah di tawar lagi”.
Ternyata usaha itu gagal total,sulit memperoleh kambing dengan lebar tanduk sejengkal,yang ada paling-paling selebar tiga-empat jari,akibatnya saudagar itu susah,tidurpun tak nyenyak,terpikir olehnya untuk mengganti nazarnya itu dengan sepuluh ekor kambing sekaligus,yang pentingkan kambing,bukan binatang lain,namun rencana itu akan dikonsultasikan dulu dengan beberapa orang penghulu dinegeri itu.
Ketika sampai dirumah penghulu,ternyata rumah itu sedang digunakan sebagai tempat pertemuan para penghulu seluruh negeri,”Apa maksud kedatangan anda kemari?”Tanya penghulu yang tertua, “Ya tuan kadi,”jawab sisaudagar itu.”hamba mempunyai nazar yang sulit dipecahkan,”lalu diutarakan kendala yang dihadapi dan rencana penggan tiannya.
Ternyata para kadi itu tidak berani memberikan rekomendasiuntuk mengganti nazar, mereka bahkan menyuruh saudagar itu untuk terus mencari kambing bertanduk sejeng kal dimana pun dan kemana pun,sesuai dengan nazar semula,”Kami semua tidak berani menyuruh menggantinya dengan yang lain-lain.”
Kenyataan itu semakin menambah berat beban saudagar itu,ia pun mohon diri pulang kerumah,pada suatu hari ia mendapat kabar bahwa dinegeri bagdad ada seorang raja yang adil,arif dan bijaksana,Namanya Sultan Harun Al-Rasyid,maka ia pun pasang niat menghadap sultan kebagdad,sesampai disana kebetulan baginda sedang duduk di belairung bersama beberapa orang menteri “Hai oraang muda,engkau berasal dari mana?”Tanya baginda setelah melihat kedatangan saudagar muda ini.
“Ya tuanku syah alam” jawab saudagar muda “ampun beribu-ribu ampun,adapun patik ini orang negeri kopah “, “Apa maksudmu datang kemari,ingin berdagang ?”Tanya baginda sultan.”Ya tuanku,patik datang kemari ingin mengadukan nasib hamba kebawah duli yang diperlukan”jawab sisaudagar.
“Katakan maksudmu,supaya bissa kudengar” titah baginda sultan.maka diceritakan perihal nazar itu sampai kepada keputusan para penghulu negeri kopah dan niatnya menemui baginda sultan dibagdad,”selanjutnya hamba mohon petuah dan nasehat baginda agar hamba dapat melepas nazar hamba itu dengan sempurna,”tutur saudagar itu dengan nada menghiba.“Baiklah” kata baginda,”datanglah kemari besok pagi,insya Allah aku dapat member jalan keluar”.saudagar itu pun mohon pamit dengan hati berbunga-bunga kembali ketempat penginapannya.
Alkisah,sultan pun bingung memikirkan nazar saudagar itu,sepanjang siang dan malam ia tidak dapat memejamkan matanya,Dengan apa nazar itu akan dibayar bila kambing bertanduk sejengkal tidak didapat juga,Diganti dengan yang lain ,haram hukumnya,malam harinya beliau mengumpulkan para kadi,alim ulama,dan orang alim di istananya,kepada mereka beliau menyatakan keresahan hatinya sehubungan dengan nazar saudagar dari negeri kopah itu,”tolong berikan pertimbangan kepadaku malam ini juga karena aku sudah terlaanjur berjanji kepadanya untuk menerimanya menghadap besok pagi,”titah baginda sultan”atau aku dapat malu besar “.
Suasana balairung pun bening,sunyi senyap berkepanjangan,merekatermenung dan tepekur memikirkan titah sultannya,namun tidak juga diperoleh jalan keluar,“Ya tuanku syah alam” kata salah seorang yang tertua diantara mereka,tidak ada hukumnya,baik menurut kitab ataupun logika,bahwa nazar itu boleh diganti dengan barang lain,”setelaah itu satu persatu merekaa mohon diri meninggalkan balairung dan pertemuan pun bubar.
Baginda lalu masuk istana,mau tidur,tetapi matanya tidak bisa dipejamkan,karena otak masih terfokus pada masalah nazar dan malu besar yang akan dihadapinyaesok pagi,menjelang subuh bagindapun teringat kepada Abu Nawas,”Tidak ada manusia yang daapat memutuskan soal ini selain Abu Nawas,”piker baginda dengan suka cita,setelah itu barulah baginda dapat memejamkan matanya,tidur pulas sampai pagi
Begitu bangun diutuslah punggawa memanggil Abu Nawas,setelah Abu Nawas tiba dihadapannya,baginda pun mengutarakan nazar saudagar dari negeri kopah itu dan semua usaha yang sudah ditempuhnya,Apa pendaatmu tentang itu? Tanya baginda sultan dengan sorot mata ingin tahu jawaban Abu Nawas.“Ya tuanku syah alam,”jawab Abu Nawas ringan “ janganlah tuanku bersusah hati,jika tuanku percaya insya Allah hamba dapat menyelesaikan masalah ini,tak sedberapa lama kemudian balairung pun dipenuhi orang-orang yang ingin tahu keputusan baginda sultan terhadap nazar saudagar itu,baginda memanggil saudagar tersebut dan memerintahkan Abu Nawas untuk memecahkan masalah itu,
“hai saudagar,bawalah anakmu dan kambing yang besar badannya”mendengar perkataan Abu Nawas itu semua terheran-heran,termasuk baginda sultan dan saudagar,si saudagar itu menyatakan kesediannya membawa anak dan seekor kamabing paling besar serta mohon p[amit kenegeri kopah,baginda sultan masuk keistana melanjutkan tidurnya,sesuai janjinya saudagar itu datang kembali kebagdad beberapa hari kemudian,ia membawa istri,anak dan seekor kambing,langsung menghadap sultan di istana.
Akan halnya Abu Nawas,ketika mengetahui dijemput keistana ia pura-pura sakit,baginda sultan yang diberi tahu akan hal itu,memaksa agar dijemput dengan kereta kerajaan,maka berangkatlah Abu Nawas ke istana dengan mengendarai kereta kencana yang didtarik dua kuda,”hai Abu Nawas ,,”saat ini telah datang kemari saudagar itu bersama istri,anak dan seekor kamabing yang besar badannya,coba selesaikan masalah ini dengan baik,”,”baiklah”jawab Abu Nawas ,akan saya selesaikan urusan ini,bukan main senang hati baginda mendengar jawaban itu.
Aby Nawas menarik kambing dan anak saudagar itu,jari tangan kiri anak tersebut dijengkalkan ketanduk kambing dan ternyata sama panjangnya,baginda sultan dan seluruh yang hadir dibalairung heran memikirkan ulah Abu Nawas,”Ya tuanku,hamba mohon ampun “kata Abu Nawas jika hamba tidak salah ingat,saudagar itu mengatakan bahwa lebar tanduk kambing itu sejengkal,karena yang dinazarkan anak ini,jari anak inilah yang hamba jengkalkan ketanduk kambing itu,dan ternyata pas benar,jadi kaambing ini boleh disembelkih untuk membayar nazar,itulah pendapat hamba,jika salah hamba serahkan keputusannya kepada baginda dan semua orang yang hadir disini,”pendapat Abu Nawas aku kira benar”kata baginda sultan,dan sangat meyakinkan.
Bukan main gembira hati saudagar itu karena ia dapat membayar lunas nazarnya,maka diberikanlah hadiah kepada Abu Nawas berupa uang seratus dirham,kemudian ia mohon pamit kepada sultan,pilang kenegerinya.
Sumber:al kisah
Hanya berselang beberapa bulan istri saudagar itu pun hamil dan pada saatnya anak nya lahir kedunia,laki-laki lagi,sebagai rasa syukurnya kepada tuhan,saudagar itu mengeluarkan sedekah seribu ringgit serta menjamu kaum fakir miskin,kemudian barulah ia teringat akan nazar menyembelih kambing.
Kemudian ia menyuruh beberapa orang untuk mencari kambing besar bertanduk selebar sejengkal,dengan pesan,”Beli ssaja kambing itu berapapun harganya,tidak usah di tawar lagi”.
Ternyata usaha itu gagal total,sulit memperoleh kambing dengan lebar tanduk sejengkal,yang ada paling-paling selebar tiga-empat jari,akibatnya saudagar itu susah,tidurpun tak nyenyak,terpikir olehnya untuk mengganti nazarnya itu dengan sepuluh ekor kambing sekaligus,yang pentingkan kambing,bukan binatang lain,namun rencana itu akan dikonsultasikan dulu dengan beberapa orang penghulu dinegeri itu.
Ketika sampai dirumah penghulu,ternyata rumah itu sedang digunakan sebagai tempat pertemuan para penghulu seluruh negeri,”Apa maksud kedatangan anda kemari?”Tanya penghulu yang tertua, “Ya tuan kadi,”jawab sisaudagar itu.”hamba mempunyai nazar yang sulit dipecahkan,”lalu diutarakan kendala yang dihadapi dan rencana penggan tiannya.
Ternyata para kadi itu tidak berani memberikan rekomendasiuntuk mengganti nazar, mereka bahkan menyuruh saudagar itu untuk terus mencari kambing bertanduk sejeng kal dimana pun dan kemana pun,sesuai dengan nazar semula,”Kami semua tidak berani menyuruh menggantinya dengan yang lain-lain.”
Kenyataan itu semakin menambah berat beban saudagar itu,ia pun mohon diri pulang kerumah,pada suatu hari ia mendapat kabar bahwa dinegeri bagdad ada seorang raja yang adil,arif dan bijaksana,Namanya Sultan Harun Al-Rasyid,maka ia pun pasang niat menghadap sultan kebagdad,sesampai disana kebetulan baginda sedang duduk di belairung bersama beberapa orang menteri “Hai oraang muda,engkau berasal dari mana?”Tanya baginda setelah melihat kedatangan saudagar muda ini.
“Ya tuanku syah alam” jawab saudagar muda “ampun beribu-ribu ampun,adapun patik ini orang negeri kopah “, “Apa maksudmu datang kemari,ingin berdagang ?”Tanya baginda sultan.”Ya tuanku,patik datang kemari ingin mengadukan nasib hamba kebawah duli yang diperlukan”jawab sisaudagar.
“Katakan maksudmu,supaya bissa kudengar” titah baginda sultan.maka diceritakan perihal nazar itu sampai kepada keputusan para penghulu negeri kopah dan niatnya menemui baginda sultan dibagdad,”selanjutnya hamba mohon petuah dan nasehat baginda agar hamba dapat melepas nazar hamba itu dengan sempurna,”tutur saudagar itu dengan nada menghiba.“Baiklah” kata baginda,”datanglah kemari besok pagi,insya Allah aku dapat member jalan keluar”.saudagar itu pun mohon pamit dengan hati berbunga-bunga kembali ketempat penginapannya.
Alkisah,sultan pun bingung memikirkan nazar saudagar itu,sepanjang siang dan malam ia tidak dapat memejamkan matanya,Dengan apa nazar itu akan dibayar bila kambing bertanduk sejengkal tidak didapat juga,Diganti dengan yang lain ,haram hukumnya,malam harinya beliau mengumpulkan para kadi,alim ulama,dan orang alim di istananya,kepada mereka beliau menyatakan keresahan hatinya sehubungan dengan nazar saudagar dari negeri kopah itu,”tolong berikan pertimbangan kepadaku malam ini juga karena aku sudah terlaanjur berjanji kepadanya untuk menerimanya menghadap besok pagi,”titah baginda sultan”atau aku dapat malu besar “.
Suasana balairung pun bening,sunyi senyap berkepanjangan,merekatermenung dan tepekur memikirkan titah sultannya,namun tidak juga diperoleh jalan keluar,“Ya tuanku syah alam” kata salah seorang yang tertua diantara mereka,tidak ada hukumnya,baik menurut kitab ataupun logika,bahwa nazar itu boleh diganti dengan barang lain,”setelaah itu satu persatu merekaa mohon diri meninggalkan balairung dan pertemuan pun bubar.
Baginda lalu masuk istana,mau tidur,tetapi matanya tidak bisa dipejamkan,karena otak masih terfokus pada masalah nazar dan malu besar yang akan dihadapinyaesok pagi,menjelang subuh bagindapun teringat kepada Abu Nawas,”Tidak ada manusia yang daapat memutuskan soal ini selain Abu Nawas,”piker baginda dengan suka cita,setelah itu barulah baginda dapat memejamkan matanya,tidur pulas sampai pagi
Begitu bangun diutuslah punggawa memanggil Abu Nawas,setelah Abu Nawas tiba dihadapannya,baginda pun mengutarakan nazar saudagar dari negeri kopah itu dan semua usaha yang sudah ditempuhnya,Apa pendaatmu tentang itu? Tanya baginda sultan dengan sorot mata ingin tahu jawaban Abu Nawas.“Ya tuanku syah alam,”jawab Abu Nawas ringan “ janganlah tuanku bersusah hati,jika tuanku percaya insya Allah hamba dapat menyelesaikan masalah ini,tak sedberapa lama kemudian balairung pun dipenuhi orang-orang yang ingin tahu keputusan baginda sultan terhadap nazar saudagar itu,baginda memanggil saudagar tersebut dan memerintahkan Abu Nawas untuk memecahkan masalah itu,
“hai saudagar,bawalah anakmu dan kambing yang besar badannya”mendengar perkataan Abu Nawas itu semua terheran-heran,termasuk baginda sultan dan saudagar,si saudagar itu menyatakan kesediannya membawa anak dan seekor kamabing paling besar serta mohon p[amit kenegeri kopah,baginda sultan masuk keistana melanjutkan tidurnya,sesuai janjinya saudagar itu datang kembali kebagdad beberapa hari kemudian,ia membawa istri,anak dan seekor kambing,langsung menghadap sultan di istana.
Akan halnya Abu Nawas,ketika mengetahui dijemput keistana ia pura-pura sakit,baginda sultan yang diberi tahu akan hal itu,memaksa agar dijemput dengan kereta kerajaan,maka berangkatlah Abu Nawas ke istana dengan mengendarai kereta kencana yang didtarik dua kuda,”hai Abu Nawas ,,”saat ini telah datang kemari saudagar itu bersama istri,anak dan seekor kamabing yang besar badannya,coba selesaikan masalah ini dengan baik,”,”baiklah”jawab Abu Nawas ,akan saya selesaikan urusan ini,bukan main senang hati baginda mendengar jawaban itu.
Aby Nawas menarik kambing dan anak saudagar itu,jari tangan kiri anak tersebut dijengkalkan ketanduk kambing dan ternyata sama panjangnya,baginda sultan dan seluruh yang hadir dibalairung heran memikirkan ulah Abu Nawas,”Ya tuanku,hamba mohon ampun “kata Abu Nawas jika hamba tidak salah ingat,saudagar itu mengatakan bahwa lebar tanduk kambing itu sejengkal,karena yang dinazarkan anak ini,jari anak inilah yang hamba jengkalkan ketanduk kambing itu,dan ternyata pas benar,jadi kaambing ini boleh disembelkih untuk membayar nazar,itulah pendapat hamba,jika salah hamba serahkan keputusannya kepada baginda dan semua orang yang hadir disini,”pendapat Abu Nawas aku kira benar”kata baginda sultan,dan sangat meyakinkan.
Bukan main gembira hati saudagar itu karena ia dapat membayar lunas nazarnya,maka diberikanlah hadiah kepada Abu Nawas berupa uang seratus dirham,kemudian ia mohon pamit kepada sultan,pilang kenegerinya.
Sumber:al kisah
0 komentar:
Posting Komentar